Pada tahun 1999 Pemerintah
melakukan reformasi atau perubahan di bidang pemerintahan daerah dan pengolahan
keuangan daerah dengan ditetapkannya undang-udang nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kedua undang-udang tersebut
membawakan dampat yg fundamental dalam hubungan tata pemerintah dan pengolahan
keuangan daerah.
Perubahan tidak hanya terjadi
pada pengolahan keuangan daerah, tetapi juga pada pengelolaan keuangan negara,
yaitu dengan ditetapkannya 4 (empat) undang-undang:
- Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
- Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanan Pembangunan Nasional.
Karena 4 undang-udang tersebut
juga mengatur pengelolaan keuangan daerah maka terjadi revisi Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 Menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengacu pada ke-4
undang-undang tersebut agar dalam Pengelolaan dana APBN dan APBD menjadi
seragam. Keberhasilan suatu daerah dalam
pengelolaan keuangan daerah mempunyai
dampak langsung terhadap keberhasilan otonomi daerah dan sumbangan yang
besar dalam upaya mewujudkan good
govermance.
Dalam mewujudkan transparansi
dalam pengelolaan keuangan daerah maka dikeluarkan peraturan Pemerintahan Nomor
56 Tahun 2006 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang pada intinya
pemerintah daerah wajib menyajikan informasi keuangan daerah secara terbuka kepada
masyarakat, konsekuensinya setiap pemerintahan daerah harus membangun sistem
informasi keuangan daerah yang baik.
Dalam Mewujudkan akuntabilitas
dan transparansi di lingkungan pemerintah mengharuskan setiap pengelola
keuangan Negara untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan dengan cakupan yang lebih luas dan tepat waktu, maka di tetapkan lah
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang
Nomor 1 tentang Perbendaharaan Menegaskan atas pelaksanaan APBD, kepala daerah
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan yang terdiri dari:
- Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
- Neraca;
- Laporan Arus Kas (LAK);
- Catatan Atas Laporan Keuangan; dan
Dalam laporan keuangan pemerintah
pusat/daerah disertakan atau dilapirkan juga informasi tamabahan tentang
kinerja instansi pemerintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh pengguna
anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan, selain itu juga
disertakan pula ikhtisar laporan keuangan pemerintahan pusat/daerah untuk
periode yang sama.
Untuk memenuhi laporan tersebut
harus disusun sistem akuntabilitas kinerja instansi peerintahan yang
terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran, dan
sistem akuntansi pemerintahan. Satu hal yang amat penting dalam
menjalankan akuntansi dan pelaporan keuangan dilingkungan pemerintah
sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 berhubungan
dengan penetapan satuan kerja instansi yang memiliki tanggung jawab publik
secara eksplisit dimana laporan keuangan wajib diaudit dengan opini dari
lembaga pemeriksa yang berwenang. Instansi demikian digolongkan sebagai entitas
pelaporan. Yang termasuk entitas pelaporan adalah pemerintah pusat, epemerintah
daerah, setiap kementrian negara/lembaga, dan Bendahara Umum Negara. Sementara
itu, setiap Kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana dana
dekonsentrasi/tugas pembantu, untuk tingkat pemerintah pusat , perangkat
daerah, Bendahara Umum Daerah, dan Kuasa Pengguna Anggaran tertentu di tingkat
daerah diwajibkan menyelenggarakan akuntansi sebagai entitas akuntansi.
Kuasa Pengguna Anggaran
dilingkungan pemerintah daerah dapat ditetapkan sebagai entitas akuntansi oleh
gubernur/bupati/walikota bila mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang
terpisah, jumlah anggarannya relatif besar, dan pengelolaan kegiatannya
dilakukan secara mandiri.
Standar Akuntansi Pemerintah
Pada pasal 32 Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003 menyatakan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan
selanjutnya pada pasal 57 Undang-undang Nomor 1 tentang Perbendaharaan
menyatakan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
akuntansi pemerintahan dibentuk komite standar akuntansi pemerintahan. Standar
akuntansi pemerintahan ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Agar komite
standar akuntansi pemerintahan terjamin independensinya, komite dibentuk dengan
Keputusan Presiden dan harus bekerja berdasarkan due process. Usul standar yang disusun oleh komite perlu
mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Berdasarkan ketentuan diatas,
Presiden menetapkan Keputusan Presiden RI Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite
Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) dan terakhir diubah Keputusan Presiden RI
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun
2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. KSAP terdiri dari 2 yaitu:
- Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintah (Komite Konsultatif). Bertugas: Memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam rangka perumusan konsep rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan.
- Komite Kerja Standar Akuntasi Pemerintah (Komite Kerja). Bertugas: Mempersiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntasi pemerintah.
Hasil kerja dari komite standar
akuntansi pemerintahan telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP adalah
Prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah. Dengan demikian SAP merupakan persayaratan yang mempunyai
kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di
Indonesia.
Sistem akuntansi pemerintahan
pada tingkat pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan
pada tingkat pemerintah daerah diatur Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota
mengacu pada Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Berpedoman pada Peraturan Pemerintah mengenai SAP.
PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN
Dalam Mewujudkan Pengelolaan
keuangan Negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang
nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Perlu dilakukan pemeriksaan
oelh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah
ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
menyatakan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara
diatur dalam undang-undang tersendiri. Sehingga pada tahun 2004 Pemerintah
telah menetapkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
Berdasarkan undang-undang
tersebut laporan keuangan pemerintah pada gilirannya harus diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada pihak legislatif.
Pemeriksaan BPK dimaksud adalah dalam rangka pemberiaan pendapat (opini).
Laporan keuangan yang disusun oleh pemerintahan yang disampaikan kepada BPK
untuk diperiksa masih berstatus belum audit (unaudited financial statements). Sebagaimananya, laporan keuangan tersebut
setelah diperiksa dapat disesuaikan berdasarkan temuan audit dan/atau koreksi
lain yang diharuskan oleh SAP. Laporan keuangan yang telah diperiksa dan telah
diperbaiki itulah yang selanjutnya diusulkan oleh pemerintah pusat/daerah dalam
suatu rancangan undang-undang atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat/Daerah untuk dibahas dengan dan disetujui oleh DPR/DPRD.